[LIPUTAN] Hari Belajar Anak: Aku Berani Mencoba - 23 April 2017


Kegiatan Hari Belajar Anak (HBA) bulan April diadakan pada tanggal 23 April 2017 di Rumah Kail, dengan tema Hore! Aku Bisa. Sesuai dengan temanya, kegiatan HBA pada hari itu adalah melakukan percobaan IPA. Ada 4 percobaan IPA yang akan dilakukan pada hari itu.

Kegiatan dihadiri oleh sebanyak 9 (sembilan) anak warga Cigarugak. Jumlah yang hadir kurang dari biasanya, disebabkan adanya anak yang merayakan ulang tahun di Desa Cigarugak. Para peserta didampingi oleh para kakak relawan Kail, yaitu Novi, Tira, Inas, Vani, dan Siska. Bergabung juga kakak-kakak relawan dari remaja Cigarugak mendampingi para adik, yaitu Rani, Titin, dan Anto. Narasumber yang berbagi keterampilan percobaan IPA kali ini adalah adalah Kak Inas, Kak Tira, dan Kak Debby.

Kegiatan pembukaan diisi dengan pendaftaran peserta dan berolahraga pagi. Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan pembagian kelompok.

Pos pertama diisi dengan percobaan membuat lampu lava dengan mencampurkan soda kue, cuka, minyak, dan pewarna makanan ke dalam gelas bening.

Pos kedua diisi dengan membuat balon karet terisi udara tanpa meniupnya yaitu dengan cara menaruh soda kue di dalam balon karet, kemudian isi cuka ke dalam botol yang ujungnya dapat dihubungkan dengan ujung balon. Setelah ujung botol dan balon terhubung, perlahan soda kue akan jatuh kedalam botol berisi cuka yang efeknya balon terisi udara.

Pos ketiga adalah lomba pesawat kertas yang didorong dengan udara dari sebuah balon pada lintasan tali.

Pos keempat diisi dengan membuat pelontar dari stik es.

Kegiatan ini diakhiri dengan mengisi jurnal pribadi, mengukur tinggi dan berat badan masing-masing dan menghitung bersama kontribusi peserta pada hari itu, yaitu sejumlah Rp 18.000,- (Delapan belas ribu rupiah), yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan HBA berikutnya.





[TESTIMONI] Menyemai Impian di Hari Belajar Anak Kail “Aku Berani Mencoba!”

oleh Sylvania Hutagalung

“Anak-anak seharusnya tidak dibiarkan tidur pada malam hari, karena mereka akan selalu bangun lebih tua dari kemarin,” demikian J. M. Barrie, seorang penulis yang melahirkan cerita Peter Pan pernah mengungkapkan. Dunia anak-anak laksana sebuah tanah, sebuah media yang sangat gembur, dimana bibit apapun yang kita semai akan tumbuh dan mengakar di dalam diri mereka, entah itu hal yang baik juga yang buruk. Ketakutan inilah yang mungkin tergambar dalam ungkapan Barrie ketika dia merasakan bahwa tumbuh menjadi dewasa adalah proses yang menyakitkan dan mengerikan. Dan betapa sedihnya menjadi seorang ‘anak yang kalah’ karena tak mengerti bagaimana bermimpi.
*
Pagi itu tanggal 23 April 2017, saya mengikuti ajakan seorang teman yang menjadi relawan KAIL untuk ikut berpartisipasi di Hari Belajar Anak (HBA) KAIL. Dalam bayangan saya, HBA tentulah program bermain dan belajar yang melibatkan anak-anak. Dalam masa-masa kuliah saya dahulu interaksi dengan anak-anak pernah saya lakukan dengan menjadi Guru Sekolah Minggu melalui kegiatan bernyanyi, berdoa, dan membuat prakarya. Sepanjang pengamatan saya, metoda belajar melalui permainan adalah metoda yang selalu dipakai karena sangat dekat dengan keseharian anak-anak. Penekanan materi mungkin berbeda-beda tergantung kebutuhan, namun bermain memang mempunyai kekuatan dalam melakukan pendalaman ke dalam alam pemahaman anak.

HBA KAIL memang sekilas tidak berbeda dengan acara anak-anak sejenis yang pernah saya tahu. Penyusunan program, juga bobot bermain-belajar, cukup mirip dengan acara-acara serupa yang banyak kita temukan di sekolah maupun kelompok bermain. Namun satu hal yang harus diapresiasi dalam kegiatan ini adalah pilihan komunitas yang dilayaninya. Rumah KAIL, sanggar bermain yang dipakai sebagai tempat kegiatan secara reguler, berada pada sebuah desa yang cukup sulit dicapai dari Kota Bandung. Warga sekitar bisa digolongkan warga dengan corak sosial yang homogen. Pilihan untuk membuka kegiatan bermain dan belajar bagi anak-anak di kampung Cigakrugak memang bukanlah pilihan yang populer. Namun saya cukup terkesan karena acara ini ternyata telah berjalan reguler sebulan sekali selama dua tahun.
Hari itu saya ditawari menjadi pendamping sebuah kelompok dengan anggota 3 orang anak yang masing-masing berusian 7 tahun, 8.5 tahun, dan 9 tahun. Karena ini adalah kali pertama saya mengikuti HBA, maka bisa ditebak, ketiganya awalnya menarik diri dari saya. Tantangan pertama saya, tentunya, adalah menipiskan jarak antara kami. Dan saya cukup terbantu dengan rangkaian kegiatan HBA yang mengkondisikan semua peserta untuk berinteraksi satu sama lain. Mereka tidak saja didorong untuk penasaran dan mencari tahu, namun juga mengerti bagaimana memvisualisasikan ide baik secara tulisan maupun gambar.

Dalam rangkaian kegiatan selama 4 jam ini, anak-anak diajak untuk melakukan beberapa kegiatan, diantaranya adalah rangkaian percobaan sains, yoga, menulis jurnal, makan bersama, dan menabung. Ya, saya cukup terkesan melihat anak-anak ini diajak untuk mengerti bahwa kegiatan ini dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka. Sangat menyenangkan melihat mereka menempel sendiri foto kegiatan mereka, menulis apa yang mereka dapatkan dari kegiatan hari ini, menegosiasikan keinginan mereka, dan belajar menabung untuk mendapatkan keinginan mereka. Prinsip-prinsip kemandirian itu diselipkan melalui bahasa-bahasa yang lugas dan lentur.

Rangkaian acara dimulai dengan melakukan yoga sederhana bersama-sama. Bagi saya, sesi yoga memegang peran penting dalam keseluruhan acara, karena di sesi yoga ini anak-anak dan para kakak pembimbing saling menjajaki dalam pengenalan satu sama lain. Cukup unik sebenarnya, karena rentang usia anak-anak yang berpartisipasi cukup lebar, mulai dari balita berusia sekitar 4 tahun, hingga anak-anak berusia 10 tahun. Rentang umur yang cukup lebar ini memerlukan karakter kegiatan yang memungkinkan para balita dan anak-anak yang lebih tua untuk berbaur secara alami, dan yoga bersama di alam terbuka menjadi pilihan yang terbaik menurut saya.
Kegiatan yoga juga menjadi bagian yang banyak mengundang tawa, karena beberapa gerakan memang cukup sulit dilakukan sehingga pose aneh bahkan konyol menjadi selingan yang segar. Semua saling mentertawakan namun ini berhasil mengeratkan satu sama lain. Gerakan-gerakan yoga yang menyerupai figur-figur yang ada di alam juga menjadi bagian menyenangkan, anak-anak bisa melakukan gerakannya sambil menirukan suara figur yang mereka contohkan.
Kegiatan utama hari ini adalah 4 buah percobaan sains, yaitu (1) Membuat lava di dalam botol, (2) Percobaan balon udara, (3) Perlombaan pesawat dengan balon dan benang, serta (4) Membuat ketapel dari stik es krim. Masing-masing pengalaman lalu dituliskan bersama dalam ‘Buku Jejak Waktu’ masing-masing. Buku Jejak Waktu adalah catatan kegiatan dimana anak-anak diajak untuk menulis, menggambar, meninggalkan jejaknya melalui coretan dalam sebuah jurnal.


Percobaan-percobaan tersebut cukup kompleks, namun anak-anak sangat antusias karena percobaannya tidak saja menyenangkan, namun juga berhasil mengundang rasa penasaran dan keriangan. Dengan berbekal bahan-bahan sederhana dan aman, anak-anak diajak untuk mengerti apa itu konsep energi, bagaimana energi dipahami dalam bentuk gerak, perubahan wujud, fungsinya di alam, dan tentunya bagaimana ia bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Bagi saya pribadi, terlibat dalam kegiatan HBA kali ini menjadi pengalaman yang berharga karena secara pribadi, saya sangat prihatin dengan kondisi tumbuh kembang anak usia dini dewasa ini yang sarat kehadiran gadget maupun tontonan yang tidak sesuai. Ketika melihat mereka berinteraksi satu sama lain, saling bekerja sama, saling menjahili, namun kemudian bisa duduk makan bersama lalu mengantri untuk mencuci peralatan makan masing-masing, itu menjadi sebuah pengingat bagi saya, bahwa media yang gembur ini bisa menghasilkan buah yang ranum dan baik ketika kita mampu menyemai impian yang baik kedalam alam fikir mereka.


Menyemai impian tentu bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan, orang-orang dewasa yang terlibat di dalamnya pun tidak hanya dituntut untuk mempunyai komitmen yang besar, namun juga harus menjaga integritasnya, karena sebagai panutan bagi anak-anak ini kita harus mampu berlaku selayaknya cermin yang jernih, yang mampu membuat mereka melihat citra kebaikan dalam dirinya sendiri. 

[INFO KEGIATAN] Pelatihan Cara Berpikir Sistem - 7 Mei 2017


Untuk rekan-rekan yang ingin mengenal, belajar dan berlatih #SystemThinking sebagai tools untuk memahami dunia dan berbagai permasalahannya, Perkumpulan KAIL kembali menyelenggarakan:

Pelatihan Cara Berpikir Sistem (Angkatan ke-31)
Untuk memahami persoalan sosial & lingkungan
Contoh kasus: Pluralisme

Minggu, 7 Mei 2017
Pukul 08:30-18:00

di Rumah KAIL
Kp. Cigarugak, Desa Girimekar
Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung
(Lokasi: bit.ly/rumahkail)

Biaya Pelatihan:
Rp 100.000 (Pelajar/Mahasiswa D1-S1/Aktivis/Pekerja Sosial)
Rp 200.000 (Mahasiswa S2-S3/Karyawan/Umum)
*Tersedia biaya khusus untuk pendaftaran berkelompok 6 orang.

Silakan mengisi formulir pendaftaran di:
http://bit.ly/CBS1705

Informasi:
kail.informasi@gmail.com / 0813-9429-0336 (SMS/WA)

#CaraBerpikirSistem #KAIL #hidupholistik2017

[INFO KEGIATAN] Hari Belajar Anak - Aku Berani Mencoba


Apakah kamu seorang anak yang berani dan ingin mencoba? Mari berani mencoba berbagai percobaan sains di Hari Belajar Anak KAIL!

"Aku Berani Mencoba"
Minggu, 23 April 2017
Pukul 09:00-12:00

di Rumah KAIL
Kp. Cigarugak, Desa Girimekar,
Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung
(Masuk dari Jl. Cijambe)
Rute: bit.ly/rumahkail

Kontribusi kegiatan:
Rp 15.000/anak
(Sudah termasuk snack sehat)

Info dan pendaftaran:
Debby: 081224261972 (SMS/WA)

Sampai jumpa di Rumah KAIL, ya.


[INFO KEGIATAN] Peluncuran Pro:aktif Online Edisi April 2017


Majalah Pro:aktif diterbitkan oleh KAIL sejak 2003. Sejak diterbitkan online pada tahun 2012, Pro:aktif bertransformasi menjadi Pro: Aktif Online. Sejak awal penerbitan, Pro:aktif fokus pada tema-tema seputar dunia para aktivis atau insan penggerak perubahan. Melalui terbitan ini, KAIL berupaya mendukung proses transformasi pribadi maupun sosial melalui penyediaan dan penyebaran tulisan-tulisan inspiratif dan edukatif.

Dalam edisi April 2017, Pro:aktif Online mengusung tema "Mengenal Diri". Melalui proses pengenalan diri, kita akan mampu berperan dengan lebih sesuai dalam lingkup pekerjaan dan masyarakat. Mengenal diri juga mencakup kemampuan refleksi aktif terhadap aksi-aksi maupun pengalaman kita. Dari proses tersebut, kita dapat mengevaluasi kesesuaian antara visi dan sepak terjang kita.

Sebagai wadah tatap muka dan berbagi bersama dengan para relawan penulis Pro:aktif Online, mari turut menghadiri

Hari Belajar KAIL: Peluncuran Pro:aktif Online edisi April 2017
"Mengenal Diri Bagi Aktivis"

Sesi 1
Pentingnya mengenal diri untuk aktivis
Anastasia Levianti (Psikolog dan Penulis)

Sesi 2
Media-media untuk semakin mengenal dan memahami diri sendiri
Yanti Herawati (Penulis dan Pakar Lintas Alam)

Sesi 3
Praktek Yoga untuk Mengenal Diri
Dyahsynta (Penulis Blog dan Instruktur Yoga)

Ditunggu kehadirannya!

Sabtu, 29 April 2017
Pukul 09:00-17:00
di Rumah KAIL
Kp. Cigarugak, Ds. Girimekar, Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung
(Masuk dari Jl. Cijambe)
Rute: bit.ly/rumahkail

Terbuka untuk umum
Kontribusi makan siang dan snack sehat: Rp 25.000

Pendaftaran & Informasi: 0813-9429-0336 (SMS/WA)

[TESTIMONI] Pelatihan Cara Berpikir Sistem KAIL

oleh: Andy Sutioso dari Rumah Belajar Semi Palar

Menyusul teman-teman KPB (Kelompok Petualang Belajar) yang sudah terlebih dahulu berkesempatan belajar dari KAIL mengenai CBS (Cara Berpikir Sistem), kali ini 6 personil Semi Palar berangkat ke Rumah KAIL di Cigarugak (daerah Cijambe – Ujung berung) untuk belajar soal ini.

Berpikir Sistem bukan sesuatu yang terlalu asing buat Semi Palar karena pembelajaran di Semi Palar berpijak di atas pendekatan yang sejalan dengan ini. Kalau soal pemahaman, tentunya kami masih harus terus belajar/ System Thinking atau kerap juga disebut Holistic Thinking adalah cara pandang atau pola pikir yang memandang segala sesuatu sebagai serba terkait atau terkoneksi. Bahwa perubahan di satu komponen sedikit banyak akan memengaruhi komponen lain, sub-sistem lain atau sistem besar secara keseluruhan. Pendidikan Holistik berpijak di atas cara pandang/paradigma ini (paradigma holistik).

Di luar itu masih sangat banyak yang belum juga kami ketahui atau betul-betul kami pahami. Karenanya Sabtu, 2 April lalu, 6 personel Semi Palar berangkat ke Kail, untuk memperdalam pemahaman kami tentang hal ini. Kali ini yang mengikuti pelatihan adalah kak Ome, kak Fikri, kak Ine, Kak Lyn, Kak Danti dan kak Andy. Satu kakak lain (kak Koben) yang direncanakan ikut tidak jadi hadir karena kesehatan tidak mengijinkan.

Menyusun indikator dalam Pelatihan Cara Berpikir Sistem KAIL
 (Dokumentasi Pribadi)
Ada 23 peserta di pelatihan kali ini. Selain 6 orang dari Semi Palar, Ray dan Kevin yang berhalangan di pelatihan KPB juga hadir, lalu beberapa teman dari Universitas Padjajaran dan ITB.

Banyak hal yang kami peroleh di pelatihan ini. Yang jelas pelatihan kali ini melengkapi kepingan-kepingan penting dari proses kami memahami berbagai hal mengenai pendidikan holistik juga tentang bagaimana berpikir holistik. Yang sangat kami dapatkan di sini adalah sistematisasi berpikir sistem/berpikir holistik. Apa yang dibagikan teman-teman KAIL sangat melengkapi pemahaman kami dan memberi gambaran lebih jelas bagaimana menerapkan berpikir sistem atau berpikir holistik sampai ke tataran teknis dan strategi.

Mulai jam 9 pagi hingga matahari terbenam, kami menjalani sesi demi sesi. Paparan, workshop, permainan, simulasi dan tanya jawab. Setiap kelompok didampingi satu fasilitator yang membantu kelompok dalam diskusi mulai dari visi dan misi hingga memetakan langkah2 strategis yang diharapkan bisa berdampak paling maksimal setelah memahami konektivitas antar komponen / elemen. Keren! Seru! Yang agak mengganggu hanya satu – kebetulan tetangga dekat KAIL sedang hajatan, sehingga seharian penuh kami disuguhi live music yang berkumandang keras oleh pengeras suara dengan berbagai jenis sajian musik




Sesi demi sesi Pelatihan Cara Berpikir Sistem diikuti oleh peserta(Dokumentasi Pribadi)
Rehat siang hari diisi makan siang spesial yang disiapkan tim KAIL. Sebagian bahan adalah hasil kebun permakultur yang dibudidayakan keluarga besar KAIL. Spesial!

Sekitar waktu Maghrib, kegiatan ditutup dengan pesan dari mbak Any (founder KAIL) agar apa yang didapatkan bisa diterapkan di kegiatan kita semua di tempat masing-masing. Mbak Any juga menitipkan untuk mengundang teman-teman lain dari berbagai lembaga ataupun individu untuk ikut serta dalam pelatihan ini.

Masalah-masalah yang timbul di masyarakat mulai dari isu lingkungan hidup, sosial, teknologi, kebudayaan, ekonomi dan lain sebagainya berakar dari ketidakmampuan kita untuk memandang fenomena secara tepat dan melihat situasi secara utuh (holistik).

Pendidikan yang kita terima selama ini ternyata hanya membuat kita mampu memandang segala sesuatu secara parsial atau secara sempit. Bisa dipahami karena sejak kita kecil–bertahun-tahun kita belajar di dalam berbagai kotak. Ruang kelas, mata pelajaran, buku-buku paket, jadwal pelajaran, penjurusan, dan masih banyak lagi. Padahal segala sesuatu di alam semesta ini bekerja secara sistemik dan saling terhubung. Jadi, kita perlu belajar lagi…

Salam.

[TESTIMONI] System Thinking?

oleh: Ayu Medina Lestari
Peserta Pelatihan CBS 2 April 2017


Tidak, saya tidak akan mengajarkan apa itu system thinking dan segala penerapannya di sini.

Jadi hari minggu ini kegiatan saya berbeda, bukan mengajar gambar, melainkan mengikuti sebuah workshop bernama Cara Berpikir Sistem. Workshop ini diadakan oleh sebuah organisasi non-profit bernama KAIL, Kuncup Padang Ilalang. Organisasi ini memang fokus kepada pengembangan masyarakat, dan workshop dengan topik tersebut memang rutin diadakan.

Pagi ini saya dan teman-teman saya berkunjung ke Rumah KAIL untuk mengikuti workshop yang terletak di Kampung Cigarugak, Kabupaten Bandung. Ya, saya tidak tahu persis jalan menuju ke sana bahkan hingga saat ini karena sepanjang perjalanan saya tertidur, hahaha, maafkan. Sesampainya kami di rumah KAIL, workshop pun langsung dibuka dengan perkenalan dari tiap peserta.

Kemudian topik awal yang dibahas adalah pengantar sistem, bahkan dimulai dengan definisi dari sistem itu sendiri. Setelah pemaparan pengantar, peserta diminta untuk menggambarkan visi dari lembaga yang diwakilkan. Saya dan teman-teman saya pun mewakili salah satu unit di kampus saya. Materi selanjutnya yaitu cara berpikir sistem itu sendiri dengan langkah awal berupa penjabaran indikator atau elemen suatu lembaga, serta diagram bernama behaviour over time (BOT).

Intinya, hal tersebut menjadi alat untuk melihat realita yang ada dalam suatu lembaga. Setelah itu ada pula penjelasan mengenai causal loop diagram (CLD), dan menurut saya inilah bagian yang sangat menarik karena penerapannya cukup jelas. Diagram ini menjelaskan bahwa setiap indikator dari lembaga yang telah disebutkan memiliki hubungan sebab akibat yang cukup kompleks. Hubungannya pun bisa berbanding lurus atau terbalik. Sekadar info, CLD memiliki dua tipe, yaitu reinforcing loop, yang berarti hubungan sebab akibat yang menyebabkan terus naiknya atau turunnya sebuah indikator, lalu yang satunya adalah balancing loop, yang berarti hubungan tersebut kian naik turun seperti gelombang namun pada akhirnya seimbang. Membingungkan? Tidak juga, sebenarnya. Setelah memahami itu semua, barulah kita bisa benar-benar melihat realita dan masalah yang ada, lalu bisa menyimpulkan intervensi yang harus dilakukan.

Pada dasarnya system thinking mengajarkan kita untuk melihat segala hal secara holistik dan kompleks, tidak hanya dengan sudut pandang tertentu. Ibarat gunung es, apa yang kita lihat langsung dengan kasat mata adalah sebuah kejadian, padahal sebenarnya ada pola perilaku, struktur dan model mental yang tidak terlihat secara langsung. Hal itulah yang membuat system thinking ini sangat berguna dan bisa diterapkan untuk berbagai hal, dari hal yang sederhana hingga sistem kompleks dalam suatu lembaga.

Memang yang menarik dari workshop ini adalah, segalanya dijelaskan dari hal yang paling mendasar, lalu bertahap hingga pada akhirnya bisa diterapkan secara langsung. Pendampingan mentor yang dilakukan pun cukup jelas, bahkan ada pula materi yang tersampaikan dengan games.


Ada beberapa hal lain yang juga menarik di Rumah KAIL ini. Ya, saya baru pertama kali ke sana dan saya langsung menyukainya, karena ini adalah rumah kayu, terletak lumayan jauh dari padatnya kota Bandung, dengan pemandangan yang cukup menenangkan. Di halaman belakang rumah ini ada kebun yang ditanami oleh berbagai jenis sayur dan buah, sehingga orang-orang KAIL terbiasa memasak sendiri dengan bahan yang dipanen langsung dari halaman belakang. Ada pula ternak bebek dan marmut yang melengkapi halaman belakang tersebut. Penghawaan dan pencahayaan rumah ini pun juga alami, banyak bukaan yang digunakan.

Dan yang paling menarik bagi saya adalah, rumah ini tergolong zero waste. Rumah ini tidak memiliki tempat sampah, sehingga segala sampah yang anorganik harus dibawa keluar dari rumah ini. Kalau sampah organik seperti sisa makanan? Mudah, cukup kumpulkan sampahnya lalu bisa dijadikan makan ternak. Sangat ramah lingkungan? Jelas. Satu hal lagi, berbagai makanan dan minuman yang disajikan sangat rumahan. Saya jadi ingin pulang ke rumah, hahaha.


Walaupun workshop ini diadakan dari pagi hingga senja tadi, walau diajak berpikir hingga lelah, saya cukup senang, banyak sekali hal yang bisa didapatkan. Bagi saya, cara berpikir seperti ini membuat kita bisa benar-benar melihat realita dan masalah yang ada, serta menentukan solusi yang tepat.

Terima kasih, KAIL!


Diterbitkan pertama kali oleh Ayu Medina di http://dinamakan.tumblr.com/post/159113225334/system-thinking



[LIPUTAN] Memahami Kompleksitas melalui Seni Gerak dan Tari

Liputan Hari Belajar KAIL

Pagi itu, Sabtu, 18 Maret 2017. Meski hujan mengguyur tanah Bandung sejak subuh, tapi langkah para peserta untuk hadir dalam kegiatan Hari Belajar KAIL (HBK) pun tidak surut. HBK kali ini dibawakan oleh Ratna Yulianti (Bude Ratna) dari Semesta Tari dengan tajuk “Nusantari”. HBK Nusantari dihadiri oleh 13 peserta berlatar belakang aktivis, mahasiswa, maupun peminat tari. Sesuai dengan semangat dan keahliannya, Bude Ratna mengajak para peserta untuk berlatih sekaligus memahami seluk beluk seni gerak dan tari, terutama dari budaya Nusantara Indonesia.

Bude Ratna dari Semestar Tari memberikan materi pengantar Nusantari dan berkesadaran
dalam seni gerak dan tari. (Dok KAIL)

Bude Ratna mengawali sesi pada hari itu dengan presentasi mengenai seni gerak dan tari. Ia mengawali presentasinya dengan mengungkapkan satu kata: kompleksitas. Sebuah tarian memiliki kompleksitas tertentu yang membutuhkan kesadaran dan kepekaan para pelaku tari. Ditambah lagi, dengan beragamnya budaya asal tarian di negara Indonesia, yang menambah kompleksitas antara satu tarian dengan tarian yang lain. Sebuah tarian selain memiliki aspek teknis dan memiliki aspek kontekstual yang ditinjau berdasarkan latar belakang historis, budaya atau lingkungan yang melatarbelakangi terbentuknya sebuah tarian.

Apakah tari merupakan sebuah gerakan yang indah? Ya, semua tarian adalah ekspresi keindahan. Namun, keindahan itu relatif sifatnya, tergantung selera maupun budaya yang melatarbelakangi terciptanya sebuah tarian. Bude Ratna memberi contoh tarian yang dilakukan oleh para lelaki di Flores dengan gerakannya yang bernuansa maskulin. Beliau juga memberi contoh Tari Topeng khas Cirebon yang ditarikan oleh Rasinah. Setiap tarian memiliki keindahannya masing-masing.

Sebuah tarian didukung oleh elemen-elemen dasar berikut ini: ruang, tenaga, waktu dan makna penjiwaan. Dalam sebuah tarian, tubuh yang menari membutuhkan ruang sekaligus menciptakan ruang. Tenaga, adalah energi yang dikeluarkan untuk sebuah tarian. Besar kecilnya energi dalam sebuah tarian melahirkan dinamika gerak yang keras maupun lembut. Waktu, terkait dengan pengorganisasian irama antara lagu dan gerak. Irama dapat diatur cepat atau lambat sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan elemen-elemen dasar yang mendukung sebuah tarian, Bude Ratna mengajak para peserta untuk masuk ke dalam penyusunan sebuah tari kreatif (creative dance). Para peserta dibagi ke dalam tiga kelompok. Setiap kelompok diberi jenis tarian Nusantara dari tiga daerah, yaitu: Jawa, Bali dan Melayu.
Sebelum sesi kelompok, Bude Ratna mengajak peserta mengenali ruang dan diri melalui pemanasan. Selain itu peserta Pelatihan juga disuguhi panganan sehat dan jamu dari Rumah KAIL (Dok KAIL)

Kelompok-kelompok tersebut diberi waktu 30 menit untuk merancang tarian dengan ciri khas gerakan dari daerah yang dimaksud. Setiap orang di dalam kelompoknya diharapkan menyumbang satu jenis gerakan. Sesudah berlatih selama 30 menit, setiap kelompok mendapat kesempatan untuk mempertunjukkan rancangan tarian mereka.

Peserta dibagi menjadi tiga grup tari yang masing-masing berproses secara berkelompok. (Dok KAIL)

Di akhir acara, para peserta diajak untuk merefleksikan pengalaman merancang tarian di dalam kelompok. Refleksi peserta cukup beragam. Di antaranya mengungkapkan bahwa dengan belajar sebuah tarian, ia menyadari kemampuan diri dan keterbatasannya. Seorang peserta pun mengungkapkan pemaknaannya bahwa dalam kompleksitas sebuah tarian, seseorang perlu memahami dan mendengarkan orang lain. Sementara peserta lain tersadar, bahwa sebuah tarian dapat memberikan sebuah pesan tertentu. Semua penari di dalam kelompok memiliki kesempatan memberikan kontribusi dan aspirasi tentang alur dan gerak tarian. Dalam hal ini, terjadi komunikasi dan proses saling memahami antar anggota tim yang memiliki latar belakang beragam.

Akhir kata, pengalaman berlatih gerak dan tari bersama Bude Ratna memberi kesempatan bagi para peserta untuk pertama-tama memahami kondisi dan diri sendiri. Selanjutnya, para peserta turut berproses memahami kondisi, kehendak, dan keberagaman yang terjadi dalam proses berkelompok. Proses memahami kompleksitas dalam tari tersebut menjadi praktek pembelajaran tersendiri bagi para peserta Hari Belajar Kail.


Foto bersama seluruh peserta setelah melaksanakan presentasi tari singkat satu sama lain. (Dok KAIL)