Oleh : Ryan Avriandy
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak
menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah
bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya
Ananta Toer
Pada tanggal 20 April 2013, saya dan Tika
Nurmala sebagai perwakilan Kukang ID mengikuti pelatihan menulis untuk
transformasi diri yang diselenggarakan oleh “Kuncup padang ilalang” atau yang
biasa disebut dengan “Kail” suatu lembaga yang berdiri sejak 19 Juni 2002 ini
bergerak di bidang pengembangan kapasitas aktivis dan berupaya
menjaring calon aktivis hingga menjadi seorang aktivis. Acara ini berlangsung di
daerah Cikutra tepatnya di kantor YPBB. Awalnya kami berdua
khawatir tentang apa yang bisa didapatkan dari pelatihan ini, karena judulnya
yang tidak biasa. Jujur saya sendiri awalnya menyangka ini pelatihan
supaya kita dapat menulis dengan efektif dan inspiratif.
Jam 09.30 aku sampai di
lokasi terlambat 30 menit dari waktu yang dijanjikan, yah telat selalu saja
membuat orang pandai mencari cari alasan, tak terkecuali dengan diriku. Saat itu di Jatinangor terjadi kemacetan yang sangat panjang akibat
banjir di daerah Rancaekek, akibatnya ekspektasi lama perjalanan yang
seharusnya dapat ditempuh 45 menit menggunakan motor menjadi harus lebih
bersabar dengan waktu tambahan 30 menit.
Materi diisi oleh Mbak Navita dan Mas David, materi pertama bercerita tentang kenapa kita
perlu menulis dan untuk apa. menurut pengalaman Mbak Navita yang memiliki hobi menulis tentang kehidupan
sehari-harinya, apa yang pernah beliau tuangkan dalam tulisan
bisa menjadi ajang refleksi diri, serta sebagai titik balik kehidupan kita. Sederhananya
begini, ketika kita bermimpi ingin menjadi seorang pengusaha
misalnya yang kita tuliskan di catatan kecil kita, lalu beberapa tahun kemudian
kita justru masih betah menjadi pegawai di suatu perusahaan ternama, lalu tanpa
sengaja kamu membaca tulisan-tulisanmu yang lalu dan “hey 3 tahun yang lalu di
tulisanku seharusnya aku sekarang
sudah jadi pengusaha sukses!”. Ini yang
aku maksud dengan refleksi diri sejauh mana kita hidup sesuai dengan apa yang
kta inginkan.

Selanjutnya kita diinstruksikan
untuk menggambar momen-momen membahagiakan dari waktu kita kecil hingga
sekarang, Kail menyebutnya dengan istilah “sungai milestone”. Setelah itu gambar tadi harus kita terjemahkan dalam
bentuk tulisan. Dengan cara ini menurutku iinspirasi menulis jadi sedikit lebih
mudah, hikmahnya pada saat menulis semua itu ternyata dapat membuat saya
merasakan nostalgia masa kecilku, dan lagi ternyata momen-momen istimewa baik
itu yang menyenangkan atau menyedihkan begitu nyata membentuk karakter dan jati
diri kita sekarang.
Menulis juga bisa membuat
perasaanmu menjadi sedikit lebih damai, percayalah ketika tak ada orang yang
bisa kamu tumbalkan untuk menumpahkan semua kekesalanmu, menulis bisa jadi
alternatif yang baik setelah berdoa kepada Tuhan YME tentunya.
Maka tulislah apa yang ingin
kamu tulis, tumpahkan saja semua yang ada di benakmu, memulainya memang sulit
tapi jika sudah dilakukan maka percayalah semuanya akan mengalir begitu saja
kok. Apalagi generasi pemuda sekarang memang dituntut untuk aktif menulis kan,
untuk lulus sarjana saja sekarang kita harus menerbitkan jurnal.
Singkat cerita di penghujung
acara aku dapet begitu banyak pencerahan dan ilmu baru serta refleksi diri yang
begitu terasa. Aku berterima kasih
kepada komunitas pelestari kukang Indonesia yang telah memperkenalkan saya
kepada dunia konservasi dan lika-liku serta segala intriknya. Begitu banyak
pelajaran berharga yang bisa aku pelajari karena tergabung di komunitas ini
terutama tentang tanggung jawab yang masih sering membuat kalian kecewa. maaf
yah anak muda ini memang agak susah diajar, juga kepada Kail yang mengadakan
kegiatan ini, semoga visi misinya terhadap kesinambungan dinamika keadilan dan
kesetaraan komunitas dan semua makhluk hidup terlaksana dengan baik juga makin
menularkan energi positifnya kesemua aktivis dan lingkungan sekitar.